04 February 2010

TAJUK, Ada Peluang di Balik ACFTA


API polemik dampak pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang terus membara seperti tersiram air seketika....

setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa perdagangan bebas antara negara yang tergabung dalam ASEAN dengan Negeri Tirai Bambu itu bukanlah ancaman, melainkan sebuah peluang.

Kita berharap pernyataan Presiden itu bisa menepis sikap pesimistis yang penuh kekhawatiran mendalam oleh sebagian kalangan pelaku bisnis pascapemberlakuan kesepakatan perdagangan bebas tersebut sejak 1 Januari lalu. Pernyataan Presiden itu tentu bukan sekadar untuk menghibur para pelaku bisnis yang sedang gundah gulana akan sepak terjang China yang mengancam keberadaan beberapa sektor industri dalam negeri penghasil barang sejenis dengan produk negara berpenduduk terpadat di dunia itu.

Untuk meyakinkan bahwa ACFTA adalah sebuah peluang,SBY mengutakatik angka-angka ekspor Indonesia terkini. Hal itu penting untuk memastikan bahwa Presiden tidak sekadar melontarkan pernyataan kosong belaka. Fakta menunjukkan,nilai ekspor Indonesia terhadap Amerika Serikat dan Jepang sepanjang tahun lalu mengalami kemerosotan yang signifikan. Padahal kedua negara itu selama ini menjadi tujuan utama ekspor Indonesia.

Sebaliknya, pada periode yang sama nilai ekspor Indonesia ke China makin kuat yang melampaui USD30 juta. Dengan logika yang dibangun Presiden, disimpulkan bahwa ACFTA itu bukan ancaman (threat),tapi peluang (opportunity).Persoalannya,sejauh mana kemampuan kita menangkap peluang itu? Presiden mengakui bahwa di balik kesepakatan perdagangan bebas itu memang ada masalah, di antaranya tidak semua sektor industri di dalam negeri siap berkompetisi dalam iklim ACFTA.

Nah, masalah ini yang harus dipecahkan agar sektor industri tersebut bisa punya daya saing yang memadai sehingga tidak tergilas perdagangan bebas. Presiden sudah memberi solusi dengan berjanji membuka dialog dengan Pemerintah China. Memang, tantangannya tidak ringan karena kita tidak bisa semudah itu membatalkan sepihak atas perjanjian yang sudah digagas sejak awal tahun 1990-an.

Pemerintah tidak hanya harus “berdamai”dengan China, tetapi juga dengan sembilan negara anggota ASEAN. Karena itu,pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan harus terus aktif memonitor sektor industri apa saja yang terdesak dan berpotensi mengalami kebangkrutan pascapemberlakuan ACFTA.

Persoalan yang kini mengemuka adalah bagaimana menegosiasi ulang sebanyak 228 pos tarif dalam kerangka perdagangan bebas tersebut demi menjaga kelangsungan hidup sejumlah sektor industri, di antaranya industri tekstil,industri alas kaki,dan mainan anak-anak.

Perkembangan mutakhir yang perlu dicermati belakangan ini adalah perjanjian perdagangan bebas yang sudah berjalan itu akan ditarik ke ranah politik.Komisi VI DPR RI dalam rapat kerja dengan sejumlah tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II mulai menggulirkan wacana untuk membentuk panitia kerja (panja) guna mengawal langkah pemerintah yang dinilai lemah dalam bernegosiasi untuk membela kepentingan rakyat terkait kesepakatan perjanjian perdagangan bebas tersebut.

Bahkan, yang lebih ekstrem, sejumlah wakil rakyat meminta pemerintah menunda pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas tersebut. Alasannya, selain sejumlah sektor industri tak siap bersaing, pemerintah juga tidak lihai memproteksi barang-barang produksi dalam negeri.Beda halnya dengan Pemerintah China yang bukan hanya unggul melahirkan produk berbiaya murah, tetapi juga pandai memproteksi produk industrinya. Permintaan wakil rakyat tersebut tidak realistis.

Mumpung belum terlambat, yang harus dipikirkan sekarang adalah bagaimana mendongkrak sektor industri yang lemah itu agar bertenaga dengan berbagai stimulus yang memudahkan dari pemerintah? Mulai dari memperbaiki dan melengkapi infrastruktur yang ada hingga merangsang dengan berbagai insentif untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.Sebab kita tidak bisa menghindar dari iklim perdagangan bebas di tengah arus globalisasi. Kalau negara ASEAN lain dapat memetik manfaat dari perdagangan bebas dengan China,mengapa kita tidak bisa?(*)

Sumber : seputar-indonesia.com

No comments: